Previous Page Table of Contents Next Page


WBL/85/WP - 11
BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Oleh

Sulitijo1)

ABSTRAK

Wilayah perairan Indonesia yang luasnya 70 % dari wilayah Nusantara mempunyai potensi untuk usaha budidaya laut. Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis usaha budidaya laut yang memungkinkan di Indonesia. Jenis rumput laut yang mempunyai potensi untuk dibudidayakan adalah dari marga Eucheuma dan Gracilaria.

Upaya mengembangkan budidaya rumput laut Eucheuma dan Gracilaria di Indonesia perlu dilakukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas komoditi tersebut, yang selama ini sebagian besar masih dihasilkan dari panen rumput laut alamiah.

Percobaan penanaman Eucheuma dengan sistem lepas dasar berlapis menunjukkan suatu upaya pengembangan untuk memanfaatkan lahan budidaya. Hasil percobaan penanaman Eucheuma striatum menunjukkan potensi pengembangan budidaya di Indonesia. Sedangkan percobaan penanaman Gracilaria menunjukkan kemungkinan pembudidayaannya di tambak ataupun di perairan pantai.

1) Laboratorium Marikultur, Lembaga Oseanologi Nasional LIPL. Jakarta.

1. PENDAHULUAN

Perairan Indonesia yang merupakan 70% dari wilayah Nusantara dengan 13.667 pulau memiliki potensi rumput laut yang cukup besar. Penduduk daerah pantai dan kepulauan di Indonesia sudah sejak lama memanfaatkan rumput laut untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam berbagai bentuk, misalnya dimakan mentah sebagai lalab, dibuat sayur, diacar, dibuat kue penganan dan manisan, bahkan juga untuk obat-obatan (Zaneveld, 1955). Pemanfaatan rumput laut kemudian berkembang kearah komersial untuk diekspor dan diperdagangkan sebagai bahan mentah untuk pembuatan agar-agar atau karaginan (carageen).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput laut yang cukup penting di Asia. Produksi rumput laut lima tahun terakhir (1978 s/d 1982) berturut-turut adalah 5621, 5945, 7848, 7251 dan 7479 ton, sedangkan ekspor pada tahun 1979 s/d 1983 adalah 1836, 597, 690, 2111, dan 3402 ton dengan nilai masing-masing 170.000, 143.000, 61.000, 166.000 dan 347.000 US $ (Biro Pusat Statistik). Produksi rumput laut tersebut seluruhnya berasal dari panenan alamiah hanya pada tahun 1983 dapat diketahui sekitar 2,5 % produksi rumput laut Indonesia berasal dari panenan hasil budidaya Eucheuma spinosum di Bali.

Perairan Indonesia memiliki kekayaan berbagai jenis rumput laut, Ekspedisi Sibolga pada tahun 1928 1929 melaporkan ada 555 jenis rumput laut (van Bosse, 1928). Dari jenisjenis tersebut yang mempunyai nilai ekonomis sebagai komoditi perdagangan adalah kelompok penghasil agar-agar (Gracilaria, Gelidium, Gelidiella dan Gelidiopsis) dan kelompok penghasil karaginan (Eucheuma dan Hypnea). Rumput laut marga Gracilaria dan Eucheuma mempunyai potensi untuk dibudidayakan. Percobaan-percobaan budidaya Eucheuma dan Gracilaria telah dilakukan oleh Lembaga Oseanologi Nasional - LIPI, Balai Penelitian Perikanan Laut Litbangkan, Dinas-dinas Perikanan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Untuk meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut serta memanfaatkan lahan perairan Indonesia maka upaya pengembangan budidaya rumput laut masih perlu dikaji dan dipelajari. Dalam makalah ini disajikan beberapa upaya pengembangan budidaya rumput laut melalui percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Lembaga Oseanologi Nasional - LIPI. Hasil-hasil percobaan ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya rumput laut yang berdaya guna dan berhasil guna.

2. BAHAN dan METODA

Upaya pengembangan budidaya rumput laut dilakukan melalui percobaan penanaman dengan mengamati laju pertumbuhan berat tanaman yang dicoba, yaitu :

2.1 Percobaan penanaman Eucheuma spinosum diperairan pantai dengan metoda rak lepas dasar bersusun (Gb. 1).

Tanaman diikatkan pada kerangka tali nilon dengan tali rafia. Penelitian pada rak lepas dasar bersusun dimaksudkan untuk dapat memanfaatkan lahan yang ada dan mengetahui apakan ada perbedaan pertumbuhan yang nyata antara lapisan atas dengan lapisan dibawahnya. Penelitian terhadap Eucheuma striatum dimaksudkan untuk mengetahui apakah jenis dari luar ini dapat dikembangkan di Indonesia, karena jenis ini merupakan jenis unggul dari Tambalong Filipina yang kandungan karaginannya tidak termasuk kelompok “tipe spinosum” (iota karaginan) tetapi termasuk kelompok “tipe cottonii (kappa karaginan”)

2.2 Percobaan penanaman Gracilaria lichenoides dan G. gigas di tambak dengan metoda rak lepas dasar di dekat permukaan dan dekat dasar dan dengan metoda rakit apung di perairan pantai (Gb. 2)

Penelitian penanaman Gracilaria di tambak dan perairan pantai dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman tersebut pada lokasi yang memungkinkan untuk usaha budidaya Gracilaria. Rumput laut Gracilaria dapat hidup pada perairan yang tenang atau di tempat tergenang (kolam atau tambak), berdasar lumpur dan toleransi terhadap kisaran salinitas yang cukup besar. Dengan demikian diharapkan akan dapat memanfaatkan lahan yang ada, baik tambak atau perairan pantai dengan budidaya Gracilaria.

3. HASIL dan PEMBAHASAN

3.1 Percobaan penanaman Eucheuma

Percobaan penanaman Eucheuma spinosum dan E. striatum dengan sistem lepas dasar bertingkat yang dilakukan di Bali menunjukkan pertumbuhan rata-rata yang cukup baik, sebagaian besar mempunyai laju pertumbuhan lebih dari 3 % / hari (Tabel 1). Pertumbuhan E. spinosum pada bulan Agustus sampai dengan September 1984 kurang baik, hanya lebih dari 2 % / hari. Doty (1973) mengemukakan bahwa dengan laju pertumbuhan 2–3 % / hari pada budidaya rumput laut Eucheuma sudah merupakan usaha yang menguntungkan di Filipina. Dengan laju pertumbuhan berat 2 % / hari dalam waktu 35 hari sudah dapat dilakukan panenan karena tanaman sudah menjadi dua kali lipat tanaman semula. Laju pertumbuhan 3 % / hari panen dapat dilakukan lebih cepat lagi, yaitu sekitar 25 hari sedangkan laju pertumbuhan 4 % / hari panenan dapat dilakukan setelah 20 hari.

Gambar 1.

Gambar 1. Metoda penanaman Eucheuma pada sistem lepas dasar berlapis

Pertumbuhan tanaman percobaan Eucheuma pada sistem lepas dasar bersusun menunjukkan bahwa tanaman yang ada di lapisan atas tumbuh lebih baik dari tanaman yang ada dibawahnya ( Tabel 1 ). Hal yang sama dijumpai pada tanaman rakit apung bersusun ( Soegiarto, et al. , 1977), rupanya perbedaan intensitas sinar yang diterima dilapisan bawah sama dengan tanaman kontrol (kedudukan yang sama tetapi tidak bersusun). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pada areal budidaya yang memungkinkan kedalamannya dapat dilakukan penanaman dengan cara berlapis, sehingga pada luas areal tertentu jumlah tanaman dan panenan akan dapat ditingkatkan. Efisiensi lahan dengan cara penanaman berlapis dapat dilaksanakan.

Tabel 1. Laju pertumbuhan berat rata-rata percobaan penanaman
Eucheuma spinosum dan E. striatum
 Waktu percobaanLokasi Propinsi BaliJenisLaju pertumbuhan berat rata-rata (% /hari)
0123
1.23-8-84 s/d 20-9-84
(28 hari)
Nusa DuaE. spinosum 2,382,202,39
2.19-8-84 s/d 15-10-84
(57 hari)
Nusa LembonganE. spinosum3,683,003,00-
3.10-12-84 s/d 14-1-85
(35 hari)
Nusa DuaE. spinosum
E. striatum
3,28
2.21
2,39
2.39
4,12
2,70
-
-
4.13-12-84 s/d 25-2-85
(43 hari)
SeranganE. spriatum5,00---
5.17-12-84 s/d 13-1-85
(27 hari)
Nusa Lem bonganE. spinosum4,514,605,04-
6.17-12-84 s/d 28-1-85
(42 hari)
Nusa LembonganE. spinosum E.striatum 3,403,10-

Keterangan: 0 = metoda lepas dasar, 30 cm dari dasar sebagai kontrol
1 = metoda lepas dasar, 30 cm dari dasar (susun ke 1)
2 = metoda lepas dasar, 50 cm dari dasar (susun ke 2)
3 = metoda lepas dasar, 90 cm dari dasar (susun ke 3)

Pertumbuhan percobaan Eucheuma striatum strain Tambalong dari Filipina menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat dikembangkan melalui budidaya. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan yang dicoba di Bali bersama-sama dengan E. spinosum ternyata tumbuh lebih baik. Untuk upaya pengembangan selanjutnya di beberapa perairan di Indonesia perlu dikaji lebih lanjut. Upaya pengembangan budidaya Eucheuma striatum mempunyai harapan yang baik sebagai upaya peningkatan hasil Eucheuma dari Indonesia, karena sebagaian besar ekspor rumput laut dari Indonesia saat ini adalah berupa Eucheuma spinosum. Percobaan penanaman jenis-jenis Eucheuma lainnya selain E. spinosum yang telah dilakukan oleh Lembaga Oseanologi Nasional - LIPI, yaitu E. serra dan E. edule pertum buhannya masih belum baik, kurang dari 2 % / hari ( Atmadja & Sulistijo 1980 ). E. edule termasuk dalam satu kelompok dengan E. striatum sebagai penghasil karaginan tipe spinosum ( iota cariageenan ). Dengan demikian, apabila budidaya E. striatum strain Tambalong dapat berkembang di Indonesia, maka produksi rumput laut dari Indonesia akan bertambah jenisnya maupun jumlahnya.

Gambar 2.

Gambar 2. Metoda penanaman Gracilaria di tambak dan di perairan pantai.

3.2 Percobaan penanaman Gracilaria

Percobaan penanaman Gracilaria lichenoides dan G. gigas di tambak dan diperairan pantai tampak bahwa pertumbuhan di tambak masih rendah sedangkan pertumbuhan di rakit apung di pantai selatan Jawa Barat cukup baik (Tabel 2). Di tambak, pertumbuhan Gracilaria lichenoides sedikit lebih baik dari pada G. gigas, dan pertumbuhan di dekat permukaan lebih baik daripada di dekat dasar.

Tabel 2. Laju pertumbuhan berat rata-rata percobaan Cracilaria lichenoides dan G. gigas.
 Waktu percobaanLokasiJenisLaju pertumbuhan berat rata-rata (% /hari)
raptdtp
1.20-7-84 s/d 19-8-84
(30 hari)
Serangan, BaliG. gigas-1,12-
2.31-1-85 s/d 21-1-85
(21 hari)
Suwung, BaliG. lichenoides
G. gigas
-
-
2,76
1,35
2,70
1,40
3.1-3-85 s/d 28-3-85Suwung, BaliG.gigas-1,912,97
4.20-8-84 s/d 17-10-85
(57 hari)
Serangan, BaliG.gigas
G. lichenoides
0,88
1,37
-
-
-
-
5.31-3-85 s/d 20-4-85
(21 hari)
Pameungpeuk, Jawa BaratG.lichenoides4,24--
6.24-4-85 s/d 8-6-85Ciwaru,G. lichenoides3,91--

Keterangan : rap = rakit apung di pantai
td = tambak di dasar
tp = tambak dekat permukaan

Percobaan penanaman Gracilaria di tambak belum menunjukkan hasil yang baik. Selama percobaan tanaman tampak banyak yang rusak dimakan oleh binatang yang hidup di tambak ( ikan dan kepiting ), pengaruh ini diatasi dengan mengurung tanaman percobaan dengan jaring dan tampak ada kenaikan pertumbuhannya. Dalam upaya pengembangan budidaya Gracilaria di tambak perlu adanya pemberantasan hewan air. Usaha budidaya Gracilaria ditambak telah dilakukan sejak tahun 1962 di Taiwan, ada 5 jenis yang umumnya dapat ditanam di tambak : G. confervides, G. gigas, G. chorda, G. Compressa dan G. lichenoides (Chen dan Seng 1980). Hasil yang didapat dari usaha budidaya Gracilaria dalam tambak di Taiwan secara terpadu dengan pemeliharaan ikan bandeng atau udang mencapai 10 ton kering/ ha/ tahun (usaha monokultur) dan 9 ton kering/ha/tahun secara terpadu) dari sejumlah bibit awal 3 sampai 5 ton/ha (Hansen et al., 1981). Percobaan dan penelitian budidaya Gracilaria di tambak perlu dikaji terus, sehingga dari upaya tersebut akan dicapi hasil yang diharapkan untuk memanfaatkan lahan tambak sebagai usaha budidaya rumput laut Gracilaria, baik secara monokultur maupun secara terpadu dengan pemeliharaan ikan bandeng dan udang.

Percobaan penanaman Gracilaria lichenoides di rakit apung menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik (antara 3 – 4 % /hari) di perairan selatan Jawa Barat mempunyai harapan untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut upaya pengembangannya seperti apa yang telah dapat dicapai di India dalam penanaman Gracilaria edulis (sinonim G. lichenoides) di perairan pantai (teluk) pada tali-tali nilon/ijuk dapat menghasilkan 3,5 kg per meter tali/tahun (Raju & Thomas 1971). Metoda ini mempunyai harapan dapat dikembangkan di perairan pantai di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

ATMADJA, W.S. dan SULISTIJO 1980. Experimental cultivation of red algal Eucheuma and Gracilaria in the lagoon of Pari Island Indonesia. Proc. Trop. Ecol. and Develop. Kuala lumpur : 1121–1126.

CHEN, Y.W. dan S.Y. SHANG 1980. Seasonal variation of the quality of Gracilaria cultivated in Taiwan. Proc. Natl. Sci. Counc. ROC, IV (1) : 78–86.

DOTY, M.S. 1973. Farming of red seaweed Eucheuma for carrageenan. Micronesia IX (1) : 59–73.

HANSEN, J.E. ,J.E. PACKARD dan W.T. DOYLE 1981. Mariculture of red seaweeds. A Californian Sea Grant College Program Publication, La Jolla : 42 pp.

RAJU, P.V. dan P. C. THOMAS 1971. Experimental field cultivation of Gracilaria edulis (GMEL) SILVA. Bot. Marina XIV (2) : 71–75.

SOEGIARTO, A. SULISTIJO DAN W.S. ATMADJA 1977. Pertumbuhan alga laut Eucheuma spinosum pada berbagai kedalaman di goba Pulau Pari. Oseanologi di Indonesia 8 : 1–12.

VAN BOSSE, A.W. 1928. Rhodophyceae : Gigartinales et Rhodymeniales. Listeds Algues du Siboga. Siboga Expeditie LIX (4) : 1–141.

ZANEVELD, J.S. 1955. Economic marine algae of tropical South and East Asia and their utilization. Ind. Pac. Fish. Counc. Spec. Publ. 3 : 1–55.


Previous Page Top of Page Next Page