Previous Page Table of Contents Next Page


WBL/85/WP - 26
BUDIDAYA LAUT DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

Oleh

M. Natsir Taufan 1)

1. PENDAHULUAN

Pokok bahasan dalam makalah ini adalah tentang informasi keadaan dan prospek perkembangan budidaya laut di Sulawesi Selatan di waktu mendatang. Sulawesi Selatan mempunyai garis pantaisekitar 2.000 km, di sebelah timur dengan pantai dari Teluk Bone, sebelah selatan pantai Laut Flores dan bagian barat dengan Selat Makassar. Dari ketiga buah pantai tersebut pantai bagian selatan dan barat yang banyak terdapat teluk-teluk kecil dan pulau-pulau kecil dengan selat-selatnya, merupakan lokasi yang sesuai untuk pengembangan budidaya laut. Dari keseluruhan daerah dan garis pantai tersebut terdapat bermacam-macam dasar perairan, ada yang berpasir, berkarang, berlumpur dan percampuran dari ketiganya sehingga pemilihan lokasi berdasarkan persyaratan komiditi yang akan dibudidayakan dapat ditentukan sesuai yang dikehendaki.

Disamping itu sebagaimana diketahui bahwa Sulawesi Selatan adalah merupakan daerah penangkapan beberapa jenis benih antara lain nener dan benur. Menurut pengamatan dan keterangan beberapa orang nelayan pengecer/penangkap benih di beberapa daerah benih-benih ikan seperti ikan beronang/titang, kerapu dan lain-lain sering juga ditemukan ikut tertangkap seser bercampur dengan nener dan benih-benih ikan lain. Hanya saja benih-benih tersebut dibuang kembali ke laut karena pembeli/pemesannya belum ada. Penduduk yang bermukim disekitar pantai di Sulawesi Selatan adalah masyarakat yang relatif mudah menerima dan menerapkan hal-hal baru, apabila hal tersebut nampak oleh mereka dengan nyata dan menurut anggapan mereka akan membawa perbaikan kehidupan mereka.

Dengan dukungan kondisi alam dan potensi masyarakat setempat, niscaya diwaktu mendatang prospek budidaya laut di Sulawesi Selatan dapat berkembang, apabila penciptaan iklim usaha mendapat dukungan dari semua pihak yang berkepentingan.

2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT SAAT INI

2.1 Lokasi pemeliharaan

Sampai dengan saat ini komoditi yang diuji coba pembudidayaannya di Sulawesi Selatan masih terbatas pada 2 (dua) jenis yaitu ikan beronang/titang (Siganus sp) dan udang windu (Penaeus monodon) dalam bentuk percontohan yang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tk. I Sulawesi Selatan dengan pelaksana lapangan petugas Dinas Perikanan Kabupaten/Kodamadya Daerah Tingkat II setempat.

Karena terbatasnya dana, maka pelaksanaan uji coba pemeliharaan tersebut baru dilaksanakan di empat lokasi sebagai berikut:

1.Ujung Pandang2 unit dengan ukuran kurungan masing-masing 5×5×2,5 m3
2.Selayar2 unit dengan ukuran kurungan masing-masing 5×5× 2,5 m3
3.B a r r u1 unit dengan ukuran kurungan masing-masing 5×5×2,5 m3
4.Pinrang4 unit dengan ukuran kurungan masing-masing 5× 5×2,5 m3

1) Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan

Apabila ditinjau dari perairan pantai, kondisi daerah dan kemungkinan penyedian benih, pemeliharaan (budidaya laut) ini memungkinkan untuk dilaksanakan di sebagian besar pantai sebelah selatan dan barat Sulawesi Selatan. Hanya saja dari segi pemasaran produksi untuk situasi pasaran pada saat ini hanya daerah-daerah yang dekat dengan Kotamadya Ujung Pandang dan Pare-pare saja yang telah memungkinkan untuk dikembangkan dalam waktu dekat, karena di kedua kotamadya tersebutlah yang saat ini mampu menyerap pemasaran cukup besar.

Kedalaman air pasut pada lokasi tersebut diatas yaitu antara 6 – 8 meter, kecuali di Kabupaten Pinrang yang berlokasi di Teluk Pare-pare dengan kedalaman 4–5 meter. Sedangkan keadaan dasar perairan pada umumnya adalah pasir berlumpur disertai beberapa batu karang yang agak jarang. Salinitas air laut tempat pemeliharaan dari awal pemeliharaan sampai dengan saat panen, bervariasi antara 28 – 32 permil dan fluktuasi pada siang hari dengan malam hari tidak lebih dari 2 . Oleh karena lokasi pemeliharaan ditempatkan pada daerah yang terlindung oleh pulau dari laut terbuka dan berada di teluk atau lekukan, maka gangguan ombak relatif agak kecil.

Lokasi pemeliharaan di Kotamadya Ujung Pandang ditempatkan sekitar 3 mil dari pelabuhan Makassar ke arah barat, yaitu sebelah timur atau dibalik pulau Lae-lae, dengan demikian lokasi tersebut tidak terpengaruh langsung oleh ombak Selat Makassar. Sedangkan lokasi pemeliharaan di Kabupaten Selayar, keadaannya hampir sama dengan keadaan lokasi di Kotamadya Ujung Pandang yaitu berada di balik pulau kecil sehingga walaupun berhadapan dengan laut lepas, tidak terpengaruh langsung dengan ombak dari laut lepas tersebut.

Adapun lokasi pemeliharaan di Kabupaten Barru, berada didalam lekukan (teluk kecil) sehingga lokasi tersebut hanya satu sisinya yang berhubungan dengan laut lepas Selat Makassar. Demikian pula dengan lokasi di Kabupaten Pinrang, tempatnya jauh dalam Teluk Pare-pare, sehingga bebas sama sekali dari pengaruh ombak laut lepas. Pada keempat lokasi tersebut diatas pengaruh ombak relatif kecil, walaupun pada musim barat (musim besar ombak dari Selat Makassar karena angin bertiup kencang dari arah barat).

2.2 Pelaksanaan pemeliharaan

2.2.1 Wadah pemeliharaan.

Wadah yang digunakan dalam budidaya laut/pemeliharaan ikan beronang/ titang dan udang windu adalah berupa kurung-kurung dari jaring trawl dengan ukuran 5×5× 2,5 m3, dan 3×3×3 m3. Mata jaring kurungan tersebut adalah sekitar 1 inci dan untuk setiap unit dipakai 2 lapis jaring. Sebagai pelampung digunakan drum (tong) yang sebelumnya dicat dengan cat anti karat. Drum tersebut dipasang pada setiap sudut kurungan yang berbentuk segi empat dan dihubungkan dengan kerangka bambu/balok kayu, diikat kuat dengan tali.

Pinggiran jaring bagian atas memakai tali ris yang diikatkan pada kerangka bambu/balok kayu dan dilengkapi dengan pelampung dari bahan plastik. Agar jaring tidak tergulung dan bebas bergerak kemana-mana mengikuti arus, bagian dasarnya diberi pemberat sehingga jaring dapat tenggelam lurus/tegak ke bawah, tetapi tidak terlalu berat untuk diangkat bila diperlukan. Agar wadah unit pemeliharaan tidak berpindah-pindah mengikuti arus, maka setiap sudut kerangka diikatkan batu karang dan diceburkan ke dasar perairan yang berfungsi sebagai jangkar. Sebagai peralatan penunjang dipergunakan perahu untuk transportasi, serok, ember/baskom, gayung dan lain-lain.

Menurut pengalaman wadah pemeliharaan ini (jaring, drum & bambu) mempunyai daya tahan maksimal satu setengah tahun atau tiga periode pemeliharaan. Drum adalah yang paling cepat rusak yaitu mengalami kebocoran akibat berkarat, kemudian jaring robek pada beberapa tempat karena tergigit oleh beberapa binatang dan dilekati oleh jenis-jenis kerang.

2.2.2 Benih dan padat penebaran.

Benih ikan beronang/titang diperoleh dengan memesan pada nelayan penangkap nener/benur. Benih yang sempat diperoleh sebesar ibu jari tangan dengan berat sekitar 15 – 30 gram/ekor.

Menurut informasi benih ikan beronang/titang juga benih ikan kerapu pada dasarnya terdapat setiap saat di laut, hanya saja ada musim puncak dan ada musuim yang kurang. Disamping itu kegiatan penangkapan benih tergantung dari musim.

Padat penebaran bagi ikan beronang/titang bervariasi dari 100 ekor/unit; 200 ekor/unit; 250 ekor/unit dan 500 ekor/unit. Sedangkan benih udang ditebar berupa tokolan dengan berat sekitar 5 gram/ekor dengan padat penebaran seperti halnya ikan beronang/ titang tersebut di atas.

2.2.3 Makanan

Makanan yang diberikan untuk sementara baru terbatas pada cincangan ikan rucah, pellet dan lumut yang diambilkan dari dalam tambak. Apabila cincangan ikan rucah dan pellet yang diberikan, maka dosis makanan yaitu antara 5 – 10% dari perkiraan bobot total ikan/udang perhari yang pemberiannya dilakukan 2 kali yaitu pada pagi hari jam 07.00 – 09.00 dan pada sore hari pada jam 17.00 – 19.00.

Berdasarkan pengamatan sehari-hari secara umum bagi ikan berongan/titang reaksi terhadap makanan lebih positif pada pellet dan lumut dibanding dengan cincangan ikan rucah. Hanya saja bila ditinjau dari harga pellet yang beredar dipasaran maka secara ekonomis usaha pemeliharan ikan (budidaya laut) belum terjamin akan memberikan keuntungan yang memadai. Maka bagi usaha pemeliharaan khususnya ikan beronang/titang, makanan yang dianggap cukup baik yaitu lumut dari tambak, disamping mudah memperolehnya, tidak mengganggu kesegaran air juga tanggapan/reaksi ikan yang bersangkutan terhadap lumut cukup baik.

Khusus bagi usaha pemeliharaan udang windu, makanan yang dianggap cukup yaitu disamping pellet, maka cincangan ikan rucah juga cukup asal saja dicincang sehancur mungkin atau digiling dengan penggilingan daging.

2.2.4 Hama/penyakit/gangguan lainnya.

Pemeliharaan ikan beronang/titang dan udang windu dalam budidaya laut di Sulawesi Selatan selama ini belum dijumpai penyakit yang dianggap serius yang dapat mengganggu kehidupan ikan/udang peliharaan tersebut. Sedangkan hama yang ditemukan, baru berupa ikan buntal dengan tingkat/cara gangguannya yaitu melukai/menggigit bagian sirip, ekor dan badan ikan yang bersangkutan. Ikan buntal ini masuk kedalam rakit pada saat masih kecil dan masih memungkinkan lolos/menysup ke dalam mata jaring. Namun demikian hama ini dapat diatasi dengan pengamatan yang lebih teliti seriap saat dan menangkapnya lalu di buang.

Gangguan lain yang cukup membuat masalah yaitu siput-siputan, tiram dan kotoran-kotoran yang melekati jaring sehingga menghambat sirkulasi air dan menyebabkan jaring menjadi rapuh. Untuk menghindari hal tersebut di atas, dilakukan dengan membersihkan jaring secara periodik paling tidak seminggu sekali.

2.2.5 Perawatan dan pengelolaan.

Selama pemeliharaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di samping pemberian makanan seperti yang telah diterangkan terdahulu dan membersihkan jaring serta drum dan kerangka bambu/balok kayu dari jenis-jenis kerang dan kotoran lainnya; juga dilakukan pengamatan perkembangan ikan/udang peliharaan dan gangguan-gangguan serta hama/penyakit yang memungkinkan menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan/udang tersebut.

Selama pemeliharaan, mortalitas yang terbesar terjadi pada saat penebaran dilakukan sampai sekitar seminggu sesudahnya. Hal ini disebabkan perlakuan/penanganan yang kurang baik pada waktu penangkapan benih oleh nelayan penangkap benih, pada saat penampungan dan transportasi, menyebabkan kondisi benih sangat lemah disaat penebaran. T etapi setelah lewat seminggu yang dianggap masa kritis, maka benih yang bertahan telah pulih kondisinya sehingga mortalitas telah menurun dan kecil prosentasenya sampai mencapai masa panen.

2.2.6 Panen dan pemasaran.

Panen dilakukan setelah masa pemeliharaan selama 5 – 6 bulan dengan hasil sekitar 150 – 300 gram/ekor ikan beronang/titang dan udang windu dangan berat badan perekor antara 75 – 100 gram/ekor. Panen ikan beronang/titang dilakukan tidak sekaligus, tetapi dengan cara bertahap sesuai dengan pesanan/pasaran.

Pemasaran selama ini yang harganya cukup memadai masih terbatas pada warung/restoran di Kotamadya Ujung Pandang dan Pare-pare dengan harga sekitar Rp. 500,- per ekor sedang bagi udang windu pemasarannya tidak menjadi masalah.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  1. Sulawesi Selatan adalah salah satu daerah yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya laut dan mempunyai prospek yang cukup baik dimasa mendatang.

  2. Budidaya laut di Sulawesi Selatan masih merupakan hal yang baru dengan pelaksanaan masih pada tahap uji coba, sehingga belum memasyarakat.

  3. Budidaya laut merupakan salah satu alternatif dalam pemenuhan gizi masyarakat dan perluasan lapangan kerja untuk peningkatan pendapatan petani/nelayan dan keluarganya.

3.2 Saran-saran

  1. Budidaya laut dari tahap uji coba, telah memungkinkan untuk diperkenalkan/ disuluhkan pada masyarakat luas.

  2. Untuk memudahkan memasyarakatkan budidaya laut ini, agar dilanjutkan dengan memilih beberapa tokoh masyarakat untuk bertindak sebagai penyuluh

  1. Untuk memasyarakatkan budidaya laut ini, agar dilanjutkan dengan memilih beberapa tokoh masyarakat untuk bertindak sebagai penyuluh dan demonstrator.

  2. Pengembangan pemeliharaan agar ditujukan pada beberapa komoditi yang secara tehnis dan ekonomis memungkinkan untuk dilaksanakan oleh masyarakat.

DARTAR PUSTAKA

Anonim. Kep. Pres. No. 23 tahun 1982, tentang Pengembangan ;budidaya laut di Perairan Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Um/7/82, tentang Petunjuk Pelaksanaan Budidaya Laut di Indonesia.
Surat Direktur Jenderal Perikanan No. IK. 210/D4.5055/82K ; Perihal Petunjuk Teknis tentang Teknik-teknik Budidaya Laut.
Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan, buku Statistik Perikanan tahun 1984.

Gambar 1.

Gambar 1. Daerah potensial dan lokasi ujicoba budidaya laut di Sulawesi Selatan


Previous Page Top of Page Next Page