Oleh
Buchari Zakaria1)
1. PENDAHULUAN
Propinsi Daerah Tingkat I Riau yang terdiri dari Riau daratan dan Riau kepualauan, mempunyai luas perairan sekitar 235.306 km2 belum termasuk ZEE dan disepanjang perairan tersebut tersebar kurang lebih 3.214 pulau, secara geografis bersebelahan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia. Beberapa pulau yang besar dan penting sebagai pusat kegiatan dan pemukiman penduduk diantaranya adalah pulau Bintan, Batam, Lingga dan Singkep.
Sebagaimana diketahui daerah Riau secara historis terkenal akan produksi ikannya : perairannya kaya/subur akan zat hara yang dibawa oleh sungai besar dari daratan Sumatera, sehingga mengakibatkan perairannya kaya akan ikan, kerang-kerangan, udang dan biota laut lainnya.
Dengan telah dilarangnya alat trawl sebagai alat tangkap di laut, dimana daerah Riau khususnya di Selat Malaka merupakan salah satu konsentrasi kegiatan penangkapan dengan alat tersebut, maka kegiatan budidaya laut dapat merupakan usaha substitusi, disamping dapat memulihkan kelestarian sumber.
Hal yang sama dapat berlaku pula untuk perairan laut China Selatan di daerah Riau Kepulauan. Disini sebagai akibat dari sifat lautannya yang lebih terbuka dan cukup ganas pada musim-musim tertentu, maka usaha penangkapan di laut memerlukan modal dan kapal yang lebih besar dan tangguh. Nelayan yang kebanyakan bermodal lemah dapat memanfaatkan kesempatan berusaha dibidang budidaya laut sepenjang tahun di perairan diantara pulau-pulau. Mereka dapat berusaha sebagai nelayan pemelihara ataupun sebagai pengumpul benih ikan dari perairan sekitarnya.
Budidaya laut adalah suatu usaha untuk memanfaatkan perairan pantai semaksimal mungkin melalui kegiatan pemeliharaan ikan, kerang-kerangan, rumput laut dan biota laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomis penting. Usaha ini adalah merupakan kegiatan manusia yang terus-menerus didalam upaya untuk memanfaatkan dan meningkatkan bahkan melestarikan sumber kekayaan lautan, yang selama ini bagian terbesar hanya dimanfaatkan melalui usaha penangkapan.
2. PERKEMBANGAN BUDIDAYA LAUT
Di propinsi Riau, usaha budidaya ikan di laut merupakan masalah baru dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya seperti di Pulau Jawa. Pada saat ini yang berkembang adalah baru di daerah Kepulauan Riau, semenjak adanya proyek-proyek percobaan oleh Pemerintah pada jenis ikan seperti Kerapu (Epinephelus tauvina), Kerapu tutul/sunuk/ merah (Plectrophomus leopardus), Kakap (Lates calcarifer) dalam keadaan hidup, merupakan faktor pendukung berkembangnya usaha budidaya ikan di laut di Kepulauan Riau.
1) Dinas Perikanan Propinsi Riau.
Adapun kegiatan-kegiatan penelitian tentang budidaya laut yang telah dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Tanjung Pinang semenjak berdirinya tanggal 1 Januari 1959 berdasarkan SK Menteri Muda Pertanian No. 9306/SK/MM tanggal 26 Oktober 1959 dengan nama “Pos Penyelidikan Hasil-hasil Laut” di bawah Jawatan Perikanan Laut Pusat, sampai saat ini masih terus dilakukan.
Sebagai gambaran, pada tahun-tahun yang lalu di Kepulauan Riau pernah dilakukan penelitian oleh Sub BPPL, antara lain :
Kemudian pada tahun anggaran 1983/1984 melalui anggaran Proyek APBD telah pula dilaksanakan kerja sama dengan Balai Penelitian Perikanan Laut Pusat bersama-sama Dinas Perikanan' Propinsi Daerah Tingkat I Riau, yaitu survey lokasi Budidaya Laut di Propinsi Riau yang pelaksanaannya dimulai tanggal 22 Nopember 1984 sampai dengan tanggal 27 Desember 1984. (Untuk Kabupaten Kepulauan Riau yaitu di Kecamatan Senayang, Kec, Bintan Timur, Kec. Bintan Selatan/Utara, Kec. Batam. Untuk Kab. Bangkalis yaitu di Kec. Tebing Tinggi, Kec. Bangko dan Kubu. Di Kab. Indragiri Hilir yaitu di Kec. Kuala Indra/Kuala Enok dan Rateh dan Kec. Tanah Merah).
Survey tersebut diatas dilanjutkan lagi untuk daerah-daerah Kec. Siantan/Tarampa yang dilaksanakan dari tanggal 21 Januari 1984 sampai dengan tanggal 11 Februari 1984. Di daerah ini dilaksanakan kemudian karena harus menunggu cuaca yang lebih baik.
3. BUDIDAYA IKAN KERAPU (Epinephelus tauvina)
Budidaya ikan laut seperti kerapu hitam (Epinephelus tauvina), kerapu merah/sunuk/tutul (Plectropenus leopardus) dan kakap (Lates calcarifer) merupakan pemeliharaan ikan dalam keramba apung yang bertujuan :
Keramba apung yang menggunakan pelampung dari drum-drum bekas yang saat ini terdapat di perairan P. Dompak Kabupaten Kepulauan Riau adalah usaha percobaan Dinas Perikanan, berjumlah 9 unit. Ikan yang dipelihara adalah kerapu dan kakap.
Karena harga pasaran yang baik di Singapura maka budidaya ikan kerapu di Kepulauan Riau pada saat ini telah memasyarakat. Hal ini terlihat dengan adanya bermunculan usaha masyarakat yang memiliki keramba yang tersebar di Bintan Selatan, Bintan Timur, Lingga, Senayang dan Batam, Baik yang sifatnya menjual benih maupun pemeliharaan ikan kerapu. Dari data-data yang ada berdasarkan laporan dari petugas di daerah, jumlah keramba yang ada sebanyak 51 buah. (lihat daftar).
3.1 Benih
Ukuran benih berkisar beratnya 100 – 150 – 200 gram. Benih berasal dari hasil penangkapan nelayan setempat dengan harga rata-rata Rp. 500/ekor. Pengadaan benih masih merupakan masalah yang belum teratasi secara baik karena belum diketahui lokasi populasi benih yang dapat dikumpulkan serempak.
3.2 Makanan
Kerapu dan kakap merupakan ikan pemakan daging, makanannya terdiri dari ikan-ikan rucah yang dibeli dari para nelayan. Ikan kerapu hidup yang dipasarkan mempunyai nilai harga yang berbeda tergantung pada ukurannya, yang disukai konsumen pada umumnya adalah yang berukuran berat antara 600 – 900 gram /ekor. Untuk waktu pemeliharaan yang mencapai ukuran tersebut memerlukan waktu selama kurang lebih 5 – 6 bulan. Sedangkan makanan yang diperlukan setiap kenaikan berat 100 gram adalah lebih kurang 800 gram.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan selama 6 bulan untuk mencapai berat ikan 700 gram seekornya, dibutuhkan makanan (700 – 150) × 800 gram = 4.400 gram.
3.3 P a n e n
Panen dilakukan 6 bulan sekali. Berat ikan dipanen rata-rata mencapai 650 – 700 gram. Menghasilkan rata-rata Rp. 4.500/ekor ( ± Rp. 6.500 per kg).
Keuntungan yang diperoleh : selama penelitian terdapat kematian (mortalitas) ikan rata-rata 3 % yang disebabkan antara lain oleh sifat canibalisme dan mati karena sakit dan dapat pula disebabkan karena hilangnya ikan dari kerusakan jaring. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh gambaran sebagai berikut :
- Jumlah ikan yang dipelihara = 360 ekor @ Rp. 500,- | = | Rp. 153.000,- | |
- Jumlah makanan 268 kg/bulan @ Rp. 53.600 | = | Rp. 321.600,- | |
Rp. | 474.600,- | ||
Panen 297 ekor @ Rp. 4.500,- | Rp. | 1.336.500,- | |
- Keuntungan yang diperoleh adalah | Rp. 1.336.500,- | ||
Rp. 474.600,- | |||
Rp. | 861.900,- | ||
Keuntungan dalam satu bulan : Rp. 861.900 | : 6 = | Rp. | 143.650,- |
Analisa di atas masih merupakan gambaran umum karena belum diperhitungkan biaya alat maupun tenaga, sebab diharapkan kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan skala kecil yang dilakukan oleh rumah tangga perikanan dimana komponen tenaga dipakai tenaga rumah tangga perikanan.
3.4 Dampak
Dari percobaan dan percontohan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan terlhat dampak positipnya. Terlihat dengan munculnya ± 41 buah keramba untuk budidaya kerapu tersebar di Bintan Selatan, Bintan Timur, Lingga, Senayang dan Batam. (Tabel 1). Nelayan-nelayan yang bermodal kecil melihat situasi perkembangan budidaya kerapu ini, lalu ikut-ikutan membuat keramba untuk menampung bibit-bibit kerapu maupun kakap yang diperolehnya.
Tabel 1.
Daftar desa di Kabupaten Kepulauan Riau yang telah ada usaha budidaya ikan di laut.
No. | Kecamatan | Desa | Jumlah dalam unit | Keterangan |
1. | Kec. Bintan Sel. | - Kampung Lama | 11 | |
- Kampung Bugis | 1 | |||
2. | Kec. Bintan Timur | - Kelong | 2 | |
- Mantang | 1 | |||
- Pulau Semai | 2 | |||
- M a p u r | 2 | |||
- N u m b i n g | 5 | |||
3. | Kec. Senayang | - Selat Panjang | 2 | |
- Pasir Panjang | 1 | |||
- Pulau Buyu | 1 | |||
- Pulau Kala | 1 | |||
- R e j a i | 1 | |||
- Senayang | 3 | |||
- Tanjung Lipat | 1 | |||
- Batu Belobang | 1 | |||
4. | Kec. Lingga | - Pancur | 2 | |
- Limbung/Centing | 1 | |||
- Sungai Nona | 1 | |||
- Penuba | 1 | |||
5. | Kec. Batam | - | 1 | |
6. | Proyek Pemerintah | - Dompak | 2 | |
- Sei Jang | 1 | |||
- Kelong | 1 | |||
- Senayang | 1 | |||
Jumlah | 46 |
Catatan :
Jumlah keramba di Kep. Riau = 46 unit ;
Milik Pemerintah/Proyek Dinas Perikanan = 5 unit
Milik masyarakat = 41 unit.
Selain itu juga telah berkembang kritik baru dalam penangkapan dan pengangkutan ikan hidup, untuk pemasaran ekspor ke Singapura telah dikonstruksi kapal dengan peralatan khusus pengangkut ikan hidup.
3.5 Prospek
Melihat daya tampung pasar ekspor dan harga yang baik maka bila masalah-masalah pengembangan terpecahkan budidaya laut ikan akan berkembang pesat di Kepulauan Riau khususnya dan Perikanan Riau pada umumnya. Masalah tersebut terutama adalah supplai benih, tehnik perawatan jaring (pengaruh fouling organism) dan beberapa aspek pengumpulan dan pemasaran hasil serta supplai yang merata bahan makanan ikan ke tempat pemeliharaan.
Prospek budidaya rumput laut sangat tergantung pada pasar internasional yang daya serapnya kadang-kadang terbatas kecuali ditemukan teknik kultur rumput laut yang dapat dikonsumsi di dalam negeri dengan teknik pengolahan yang sederhana.
Disamping itu prospek budidaya kerang-kerangan terutama tiram cukup cerah bila ditemukan pasar yang baik karena tempat pemeliharaan maupun benihnya (spat) dapat ditemukan di Riau.
Crassostrea cuculata tersebar luas di daerah-daerah kecamatan Senayang/Lingga, Bintan Selatan, Bintan Timur, Bintan Utara dan Batam di Kabupaten Kepulauan Riau dan Kecamatan Kuala di Kabupaten Indragiri Hilir. Di Tembilahan, Kec. Indragiri Hilir dan Kec. Retah terdapat penyebaran Anadara granosa.
Adanya berita bahwa Pemerintah Singapura sudah mulai merencanakan membatasi kegiatan agraria di negara itu, pengembangan usaha ini mungkin akan lebih merangsang.
4. MASALAH DAN SARAN