Previous Page Table of Contents Next Page


WBL/85/WP - 27
BUDIDAYA LAUT DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PROPINSI SULAWESI TENGAH

Oleh

Abdul Madjid 1)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  1. Luas wilayah laut Sulawesi Tengah diperkirakan 189.480 Km2, Potensi sumber perikanan sebesar 1.164.215 ton, ternyata tingkat pemanfaatan sumber baru mencapai 2,05 % dari potensi lestari. Dari produksi tersebut di atas terdapat jenis-jenis ikan ekonomis penting secara potensial dapat dikembangkan seperti ikan beronang, ikan goropa dan ikan kakap. Disamping itu terdapat tiram mutiara (Pinctada maxima) dan rumput laut yang telah mulai dikembangkan di daerah Kepulauan Banggai dan Kepulauan Menui.

  2. Penyebaran penduduk Sulawesi Tengah sekitar 82 % terkonsentrasi pada desa-desa pantai dan kepulauan, merupakan tenaga potensial dalam rangka pengembangan budidaya laut di wilayah ini. Penduduk yang demikian memberi peluang yang besar dalam usaha mengembangkan budidaya laut sebagai salah satu alternatif dalam rangka perluasan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan. Tentu saja perlu ditunjang dengan peningkatan kemampuan tehnis dan ketrampilan dalam bidang usaha ini.

  3. Budidaya laut di Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah masih dalam tahap baru berkembang terutama terhadap budidaya kerang mutiara dan budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya kerang mutiara ditangani oleh perusahaan PT. Nisshin Samudera Mutiara (PMA) sejak tahun 1975 dan budidaya rumput laut dimulai dengan percobaan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut tahun 1979.

1.2 Tujuan penulisan

Dalam rangka pengembangan budidaya laut, maka dalam tulisan ini uraian terbatas pada kegiatan budidaya tiram mutiara dan budidaya rumput laut, sebagai salah satu informasi/bahan penunjang dalam Workshop budidaya laut yang diselenggarakan di Bandar Lampung dari tanggal 28 Oktober sampai dengan 1 November 1985.

2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT SAAT INI DI PROPINSI SULAWESI TENGAH

2.1. Budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima)

2.11 Potensi sumber dan wilayah pengembangan.

Tiram mutiara tersebar pada wilayash laut kepulauan Banggai, Pulau Melilis, Pulau Bokan, Paulau Kenau dan sekitarnya. Sekitar pulau-pulau ini basis penyelaman tiram mutiara oleh para pengusaha penyelaman, dengan tujuan memperoleh kulit kerang. Tiram/kerang muda di jual kepada PT. Nisshin Samudera Mutiara untuk lebih lanjut dilakukan operasi pemasukan inti.

1) Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah.

2.1.2 Budidaya tiram mutiara.

Sejak tahun 1975 hingga saat ini kegiatan budidaya tiram mutiara di Lokotoy Kepulauan Banggai dilaksanakan oleh PT. Nisshin Samudera Mutiara (PMA). Metode pemeliharaan kerang mutiara setelah dilakukan operasi penyisipan inti pada kulit mutiara atau kedalam badan tiram dimasukkan kedalam keranjang kawat digantungkan pada rakit.

2.1.3 Operasi pemasukan inti (nucleus).

Operasi pemasukan inti dilakukan kedalam badan tiram mutiara yang telah diseleksi lebih dahulu baik menurut besar, kesehatan dan perkiraan daya tumbuh yang baik. Kriteria yang digunakan untuk operasi pemasukan inti terutama ditujukan pada tiram.

Bahan inti yang dipergunakan untuk memperoleh mutiara setengah budar (half pearl) ialah plastik dengan diameter 14,5 mm tinggi 8,5 mm, untuk memperoleh mutiara bundar (round pearl) digunakan (kulit sebangsa siput air tawar yang hidup di sungai Mississipi, USA dengan diameter 7 – 8 mm. Banyaknya inti yang dimasukkan atau ditanam untuk half pearl tergantung ukuran besar kecilnya kerang yaitu berkisar antara 4 – 8 buah tiap tiram.

Perusahaan Nisshin Samudera Mutiara di Lokotoy (Kepulauan Banggai Sulawesi Tengah) penyisipan inti ditujukan pertama-tama untuk mendapatkan mutiara budar (round pearl). Jika dalam penyisipan inti yang dimasukkan tidak mampu bertahan/dapat dikeluarkan oleh tiram barulah dilakukan operasi penyisipan untuk menghasilkan mutiara setengah budar.

2.1.4 Pemeliharaan

Selesai operasi penyisipan inti kedalam badan tiram, maka lebih lanjut kerang tersebut dimasukkan dalam keranjang-keranjang kawat, yang digantungkan, pada rakit pemeliharaan. Keranjang kawat terbuat dari kawat dengan diameter 3 – 4 mm berbentuk seperti kotak dengan pintu dan penutup pada bagian sebelah atas.

Panjang keranjang 50 – 75 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm setiap, keranjang terbagi dalam 5 – 10 ruang/petak, dimana pada setiap petak/ruang ditempatkan 1 ekor kerang yang dipelihara. Lama pemeliharaan setelah pemasukan/penyisipan inti berlangsung 1 tahun untuk mutiara setengah bundar dan untuk mendapatkan mutiara bundar di perlukan waktu pemeliharaan selama 2 tahun.

2.1.5 Penyediaan benih.

Tiram muda yang dipersiapkan dalam operasi penyisipan inti diperoleh dari hasil penyelaman dari alam oleh para penduduk setempat dan perusahaan penyelaman. Jumlah kerang mutiara yang berhasil dikumpulkan oleh PT Nisshin Samudera Mutiara dapat dilihat seperti daftar di bawah ini.

2.16 Produksi yang dicapai

Produksi mutiara vang diperoleh PT. Nisshin Samudera Mutiara terdiri atas :

Jumlah pengumpulan dan produksi yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Hasil Pengumpulan tiram mutiara dan Realisasi ekspor mutiara PT Nisshin Samudera Mutiara.
TahunPengumpulan tiram MutiaraRealisasi ekspor mutiara
 Jumlah (ekor)Half Pearl
(butir)
Round Pearl
(Kg)
Seedless pearlNilai (US $)
197627.02627.56254.295-13.505,38
197719.03330.13870.540-14.767,62
197846.58038.626142.200-62.430,74
1979?    
1980?    
1981?    
1982?    
198334.51242.8749.5084.949411.102,50
198449.44452.7939.0893.965 

2.2 Budidaya rumput laut

2.2.1 Potensi dan penyebarannya.

Penelitian rumput laut yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) di Kepulauan Samaringga, tahun 1977, nampaknya membawa dampak positif terhadap perkembangan budidaya rumput laut di wilayah ini. Bahkan dalam tahun terakhir budidaya rumput laut menyebar pada wilayah hampir sekitarnya seperti Pulau Tiga, Pulau Masadian dan Menui.

2.2.2 Metode budidaya.

Budidaya rumput laut yang dilaksanakan oleh penduduk disekitar kepulauan tersebut menggunakan metode terapung. Rakit-rakit dari bambu dengan ukuran 4 × 4 meter atau adakalanya 2 × 3 meter. Tiap rakit dengan luas 4 × 4 meter ditanam rumput laut dengan berat (basah) 50 kg. Setelah masa pemeliharaan 1½ -2 bulan maka dapat dilakukan pemanenan sebesar 300 kg basah atau sebesar 60 kg kering.

2.2.3 Produksi yang dicapai.

Produksi rumput laut di Propinsi Sulawesi Tengah, berdasarkan laporan Dinas Perikanan Daerah Tingkat II Poso dari tahun 1980 – 1984 cenderung menurun dari tahun ke tahun, masing-masing : 125,5 ton (1980), 105 ton (1981), 123 ton (1982), 69 ton (1983 dan 44,2 ton (1984).

Hal ini disebabkan oleh keadaan pemasaran rumput laut yang kurang mendukung, terutama harga yang tidak stabil. Oleh karena itu faktor pemasaran perlu dipikirkan dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut sebagai komoditi ekspor.


Previous Page Top of Page Next Page