Oleh
Giat Sunarto BA1)
1. PENDAHULUAN
Daerah Tingkat I Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua buah pulau besar yaitu P. Lombok dan P. Sumbawa serta puluhan pulau - pulau kecil lainnya dan terletak diantara 115°46' – 119°05' BT dan 08°00' – 09° 07'7 LS. Perairan laut Nusa Tenggara Barat ini cukup luas, subur dan potensial akan berbagai sumber perikanan, antara lain :
Ikan
Jenis ikan yang paling banyak diusahakan adalah jenis-jenis ikan karang, diantaranya:Penangkapan jenis ikan-ikan ini mula-mula menggunakan bubu Buton, kemudian menggunakan muroami yang ternyata lebih efektif dan efisien. Akhir-akhir ini penangkapan jenis ikan karang ini banyak dilakukan dengan bahan peledak dan racun, sehingga merusak habitat dan populasi ikan itu sendiri.
Jenis-jenis kerang yang paling banyak diusahakan antara lain:
Pengusahaan kerang-kerangan dengan pengumpulan dari alam tersebut dilakukan secara tidak terkendali sehingga dari tahun ke tahun hasil yang diperoleh semakin menurun. Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil produksi kerang-kerangan mengalami penurunan.
1) Dinas Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Tabel 1. Produksi kerang-kerangan di Nusa Tenggara Barat pada tahun 1974 dan 1984.
No. | Jenis kerang | 1974 | 1984 |
(kg) | (kg) | ||
1. | Lola merah | 135.000 | 48.000 |
2. | Batu laga | 52.000 | 21.000 |
3. | Japing-japing | 18.500 | 7.650 |
4. | Pen shell | - | - |
5. | Kima | 182.000 | 8.300 |
6. | Abalone | 2.800 | 475 |
7. | Mutiara | - | - |
Sumber : | - | Dinas Perikanan NTB | |
- | Kanwil Departement Perdagangan NTB | ||
- | Rumput laut | ||
Jenis-jenis rumpu laut yang terdapat di perairan Nusa Tenggara Barat antara lain: | |||
- | Eucheuma spp | Agar-agar kembang (E.spinosum) | |
Agar-agar batu (E.cottonii) | |||
- | Gracilaria sp | Sango-sango | |
Bulu domba/bulu kambing | |||
- | Gelidiopsis rechida | Kades (Pakis Laut). | |
- | Selain itu masih banyak lagi jenis yang belum diketahui pemanfaatannya dan juga belum pernah dilakukan penelitian secara khusus |
Pemanfaatan rumput laut ini telah lama dilakukan, namun masih terbatas pada usaha pengambilan dari alam, sehingga dikhawatirkan populasinya akan menurun bahkan mencapai titik kritis.
2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT SAAT INI
2.1 Rumput laut
Pengusaha rumput laut sudah lama dilakukan di Labuan Haji Kabupaten Lombok Timur dengan jalan mengolah rumput laut dari bahan dasar menjadi bahan siap pakai dalam bentuk agar-agar yang diperdagangkan sebagai bahan makanan. Disamping untuk memenuhi kebutuhan lokal produksinya juga diantar-pulaukan antara lain dijual kepada pabrik agar-agar di Surabaya secara besar-besaran pernah dilakukan pada tahun 1964 – 1966 oleh PT Jatra cabang Jakarta yang berkedudukan di Ampenan. Dari statistik pada tahun 1966 telah dilakukan ekspor dua kali ke Jepang dengan jumlah tiap kali ekspor 20.000 ton dan berhasil baik. Kemudian volume ekspor ditingkatn menjadi 50.000 ton, tetapi karena kualitas yang kurang baik ditolak oleh importir Jepang. Dampak dari kejadian ini sangat dirasakan oleh nelayan maupun pengusaha yang terlibat. Oleh karena itu kualitas merupakan suatu hal yang penting dan harus diperhatikan dalam pemasaran rumput laut.
Budidaya rumput laut Eucheuma sp terdapat di Desa Batu Nampar, Teluk Ekas dan sampai saat ini luas arealnya adalah 1,08 Ha. Metoda budidaya yang diterapkan adalah rakit apung dengan ukuran 4,0 × 8,0 m2 setiap rakit. Bibit jenis unggul didatangkan dari Bali dan sebagian dipenuhi dari daerah sekitar lokasi. Sebuah rakit memerlukan bibit 10 kg dan dengan pemeliharaan selama 4 bulan diperoleh hasil panen ± 640 kg berat basahatau ± 100 kg setelah menjadi kering.
Budidaya rumput laut Gracilaria sp telah pula dicoba selama tiga tahun di Desa Gontar, Kecamatan Alas. Percobaan ini dilakukan di tambak milik rakyat dan sudah memberikan hasil yang cukup baik. Tabel 2 menunjukkan produksi rumput laut di Nusa Tenggara Barat pada akhir tahun 1984.
Tabel 2. Produksi rumput laut pada akhir tahun 1975 di NTB (kg)
Agar-agar kembang (E.spinosum) | Sango-sango (Gracilaria sp) | Bulu kambing (Gracilaria sp) | Kades (Gelidiopsis sp) | |
1. | Sumbawa 1.200 | 85.000 | 18.500 | 21.000 |
2. | Dompu - | 37.000 | 29.000 | 1.650 |
2.2 Kerang-kerangan
Budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima dan P. margaritifera) pernah dilakukan pada tahun 1966/1967 oleh PT WIRONTONO Jakarta yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi NTB. Budidaya ini untuk memproduksi butir-butir mutiara dalam bentuk bulatan dan setengah bulat (Oval). Diperoleh keterangan bahwa dari data-data yang ada kegiatan ini memberikan hasil yang baik, namun karena sesuatu hal kegiatan ini berhenti pada awal tahun 1968.
Budidaya kerang mutiara di NTB dilakukan sebagai langkah untuk mengatasi penurunan produksi akibat intensifnya usaha pengumpulan/penyelaman mutiara dari alam dan untuk pemulihan sumber. Dari tabel 3 terlihat bahwa produksi mutiara mengalami penurunan.
No. | Jenis | 1977/1978 (Kg) | 1981/1982 (Kg) |
1. | P.maxima | 590.000 | 220.750 |
2. | P.margaritifera | 562.000 | 196.000 |
Sumber :• Dinas Perikanan Kab. Dati II Sumbawa
- Dinas Perikanan Kab. Dati II Lombok Timur
- Dinas Perikanan Kab. Dati II Lombok Barat
Usaha penyelaman mutiara ini dilakukan oleh 4 buah perusahaan swasta nasional yaitu CV. Maju Ampenan, CV. Makmur Sumbawa Besar, SV. Daeng Manajae dan CV. Mandra Sakti. Melihat kenyataan adanya penurunan produksi kerang mutiara ini, maka oleh Dinas Perikanan Dati I NTB kegiatan penyelaman ini ditutup. Sebagai langkah selanjutnya pemberian ijin hanya dilakukan untuk usaha budidaya saja.
Pada tahun 1983 PT. Paloma Agung melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui budidaya kerang mutiara dengan lokasi di Desa Labuan Lalar, Sumbawa Barat. Keberhasilan budidaya mutiara oleh PT. Paloma Agung ini kemudian menarik minat perusahaan lain yang ingin menanamkan modalnya di bidang budidaya kerang mutiara. Dalam waktu dekat ini ada 2 buah perusahaan yang berminat dan merencanakan memilih lokasi di Labuan Poh, Kabupaten Lombok Barat dan di Teluk Waworada, Kabupaten Bima.
2.3 Ikan
Budidaya ikan kerapu (Epinephelus tauvina) merupakan suatu usaha pengenalan kepada masyarakat nelayan. Budidaya kerapu ini menggunakan rakit apung yang berukuran 8 × 4 × 3 m3 setiap unitnya. Satu unit rakit terdiri atas 4 buah kurungan apung masing-masing dengan ukuran 4 × 2 × 3 m3.
Padat penebaran setiap kurungan apung (4 × 2 × 3 m3). Benih diperoleh dari nelayan; benih ini ditangkap dengan bubu Buton. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah sebesar 5 % dari total berat ikan ± 20 kg per hari. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang dan sore).
Lama pemeliharaan berkisar antara 6 – 7 bulan, tergantung dari besarnya benih, jumlah pakan dan pengaruh kondisi perairan. Selama pemeliharaan belum dijumpai adanya gangguan hama/penyakit yang serius.
3. POTENSI PENGEMBANGAN
3.1 Rumput laut
Jenis rumput laut yahg terdapat di perairan NTB antara lain Gracilaria sp, Eucheuma
spinosum, E. cottonii, Gelidiopsis rechida. Gracilaria sp merupakan jenis yang paling banyak
dan terdapat hampir di semua perairan, yaitu sepanjang pantai barat, utara dan timur termasuk
hampir semua perairan pantai P. Lombok dan P. Sumbawa
Eucheuma sp tersebar luas di beberapa daerah, sedang lokasi yang secara teknis memenuhi persyaratan
untuk budidaya kurang lebih 10.000 Ha (Table 4), tetapi baru dimanfaatkan untuk
budidaya seluas 1,80 Ha.
Gelidiopsis rechida secara alami tersebar di sebelah selatan Pulau Lombok dan P. Sumbawa.
Rumput laut jenis ini diperlukan sebagai bahan baku untuk pembungkus kapsul dan mempunyai
harga cukup tinggi.
No. | Nama Tempat | Luas lahan (Km2) |
1. | Teluk Slepi | 5 |
2. | Teluk Blongas | 8 |
3. | Teluk Ekas | 10 |
4. | Teluk Lampu | 6 |
5. | Pulau Panjang | 15 |
6. | Pulau Bedil | 3 |
7. | Pulau Paning | 7 |
8. | Pulau Danger Besar | 12 |
9. | Pulau Danger Kecil | 6 |
10. | Pulau Depi | 10 |
11. | Pulau Rakit | 4 |
12. | Pulau Kertosari | 8 |
13. | Pulau Jelenga | 6 |
14. | Pulau Benete | 6 |
Jumlah | 100 km2 = 10.000 Ha |
3.2 Ikan
Daerah penyebaran ikan di NTB meluputi hampir semua perairan karang, yaitu di sekitar P. Lombok dan P. Sumbawa. Jika semua perairan karang ini dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan, maka akan diperoleh potensi murni yang besar.
3.3 Kerang-kerangan
Kerang mutiara (Pinctada maxima dan P. margaritifera) banyak terdapat di Selat Lombok, Selat Sape, Teluk Waworada, Labuhan Lalar dan Labuah Poh. Pengembangan budidaya kerang mutiara memungkinkan, karena adanya sumber-sumber alami di lokasi tersebut
4. PRODUKSI DAN PEMASARAN
Produksi rumput laut diperhitungkan dari contoh nyata hasil budidaya rumput laut di desa Batu Nampar, Teluk Ekas. Luas areal yang diusahakan adalah 1,08 ha, dengan jumlah rakit sebanyak 270 buah. Lama pemeliharaan adalah 4 bulan dan dapat diperoleh hasil 100 kg/ rakit dalam berat kering, sehingga produksi yang dicapai adalah 270 × 100 kg = 27.000 kg atau 27 ton. Apabila keseluruhan potensi lahan dengan luas 10.000 Ha dapat dimanfaatkan sepenuhnya akan didapat hasil produksi 10.000 × 27 ton = 270.000 ton.
Hasil produksi rumput laut dibeli oleh pedagang-pedagang atau pengusaha rumput laut lokasi dari luar daerah (Bali, Surabaya) yang datang ke lokasi. Harga rumput laut kering adalah Rp. 150,-/kg, tetapi dalam waktu dua bulan kemudian harganya naik menjadi Rp. 400,- /kg. Prospek pemasaran rumput laut ini cukup cerah, baik di pasaran domestik maupun pasaran ekport. Pada kenyataannya produksi rumput laut sampai saat ini belum memenuhi keseluruhan jumlah yang diperlukan.
Rata-rata produksi ikan kerapu (Epinephelus tauvina) yang dapat dicapai dengan rakit ukuran 8 × 4 × 3 m3 dan benih sebanyak 2.000 ekor adalah 1.000 kg atau 1 ton, jika diasumsikan 1 kg ikan terdiri atas 2 ekor.
Harga kerapu di pasaran adalah Rp. 2.500,- per kg, sehingga akan diperoleh 1.000 × Rp. 2.500.000,- setiap kali panen (6 – 7 bulan). Sampai saat ini pemasaran baru untuk memenuhi permintaan rumal makan lokal.
Kerang mutiara dalam bentuk cangkang maupun butir-butiran pemasarannya cukup baik, sehingga diharapkan dapat mempercepat usaha budidayanya.
5. KETERSEDIAAN TENAGA DAN DANA
Apabila ditinjau dari sudut tenaga kerja yang tersedia, maka budidaya laut ini mempunyai harapan yang baik untuk berkembang, hal ini antara lain karena :
Masyarakat nelayan rata-rata mempunyai tingkat hidup yang lebih rendah, maka sampai saat ini baru dilaksanakan budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan budidaya rumput laut ini tidak diperlukan modal yang besar dan relatif mudah mengerjakannya. Untuk itu bantuan akan modal sangat diperlukan.
Budidaya kerang mutiara dalam pengembangannya hanya dapat dilakukan dengan modal intensif secara PMDN, karena memerlukan modal, tenaga yang besar juga peralatan modern yang memadai.
6. HAMBATAN DAN PROBLEM
Beberapa hambatan dijumpai untuk pengembangan budidaya laut ini, diantaranya adalah :
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
7.3 Penutup
Semoga penyajian makalah yang sederhana ini dapat merupakan tambahan informasi bagi pengembangan budidaya laut di daerah.