Previous Page Table of Contents Next Page


Lampiran 1

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1982
TENTANG
PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT DI PERAIRAN INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:a. bahwa perairan Indonesia sangat potensial untuk pengembangan budidaya laut;
b. bahwa pengembangan budidaya laut merupakan usaha untuk meningkatkan produksi serta sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan;
c. bahwa kegiatan budidaya laut merupakan lapangan kerja baru yang bersifat padat karya dengan mempergunakan teknologi sederhana, adalah tepat untuk dikembangkan sebagai upaya dalam rangka meningkatkan penghasilan nelayan/petani ikan dan upaya pencukupan kebutuhan masyarakat akan gizi;
d.bahwa perairan laut merupakan wadah dari berlangsungnya berbagai macam kegiatan, maka perlu ditentukan langkah-langkah pembinaan secara terkoordinasi agar kegiatan budidaya laut tersebut dan kegiatan sektor-sektor lainnya dapat saling menunjang dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan;
Mengingat:1.Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
3.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
4.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
5.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6.Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7.Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957 tentang Penyerahan sebagian Urusan Pemerintah Pusat di bidang Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Pemerintah Daerah Swatantra Tingkat I (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara No. 1490);
8.Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;
9.Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1982;
  MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT DI PERAIRAN INDONESIA.
 Pasal 1
 Yang dimaksud dengan budidaya laut adalah kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan sumber daya hayati laut yang berupa jenis-jenis ikan dan bukan ikan yang dilakukan di perairan laut.
 Pasal 2
(1)Mengembangkan budidaya laut di bagian-bagian perairan Indonesia yang kondisi lingkungannya memungkinkan dimaksudkan untuk meningkatkan penghasilan nelayan/petani ikan, pencukupan kebutuhan masyarakat akan gizi serta perluasan kesempatan kerja.
(2)Penetapan bagian perairan yang akan dipergunakan sebagai lokasi untuk melakukan budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus memenuhi syarat-syarat teknis untuk melakukan budidaya dengan memperhatikan kepentingan sektor-sektor lain sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi berlangsungnya kegiatan sektor-sektor lainnya.
 Pasal 3
(1)Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan bagian perairan laut yang letaknya di daerah pantai dalam wilayah administratifnya sebagai lokasi untuk melakukan budidaya laut.
(2) Untuk penyesuaian dengan kepentingan-kepentingan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan laut, maka terhadap penetapan lokasi budidaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat dilakukan peninjauan kembali secara berkala.
 Pasal 4
(1)Izin usaha budidaya laut diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I kepada Koperasi atau Koperasi Unit Desa yang wilayahnya kerjanya meliputi daerah pantai lokasi budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keputusan Presiden ini.
(2)Dalam izin usaha budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan kewajiban bagi yang menjalankan usaha untuk memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang, untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
(3)Pengusahaan budidaya laut dilakukan oleh nelayan atau petani ikan anggota Koperasi atau Koperasi Unit Desa.
(4)Ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan pengusahaan budidaya laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini diatur oleh Koperasi atau Koperasi Unit Desa.
(5)Apabila masih dimungkinkan, nelayan/petani ikan dari luar wilayah Koperasi atau Koperasi Unit Desa tersebut dapat diizinkan untuk mengusahakan budidaya laut di wilayah Koperasi atau Koperasi Unit Desa atas dasar ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Koperasi atau Koperasi Unit Desa.
(6)Surat izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dilarang untuk dipindahtangankan dalam bentuk apapun.
 Pasal 5
(1)Izin usaha budidaya laut untuk jenis-jenis sumber daya hayati laut tertentu yang memerlukan teknologi tinggi serta permodalan yang besar, disamping diberikan kepada Koperasi atau Koperasi Unit Desa dapat diberikan kepada perorangan atau swasta.
(2)Jenis-jenis sumber daya hayati laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
 Pasal 6
(1)Koperasi atau Koperasi Unit Desa membantu nelayan atau petani ikan dalam mengolah dan memasarkan hasil budidaya laut.
(2)Agar supaya Koperasi atau Koperasi Unit Desa melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini kemampuan Koperasi atau Koperasi Unit Desa ditingkatkan.
(3)Dalam melaksanakan kegiatan pengolahan dan pemasaran, Koperasi atau Koperasi Unit Desa dapat mengadakan kerja sama dengan perorangan atau pengusaha swasta.
 Pasal 7
Dalam melaksanakan Keputusan Presiden ini di Daerah, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I memperhatikan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan serta Menteri lain yang bersangkutan.
 Pasal 8
Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Keputusan Presiden ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian setelah mendengar saran dan pertimbangan Menteri lain yang bersangkutan.
 Pasal 9
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Mei 1982

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
S O E H A R T O


Previous Page Top of Page Next Page