Oleh
I.G. Ngurah Rai Sedana, Jack S.Detaq,1) Soehardi Pontjoprawiro dan Nugroho Aji2)
1. PENDAHULUAN
Rumput laut sebagai salah satu hasil perikanan dapat memberikan banyak manfaat dan dipergunakan dalam berbagai segi kegiatan ekonomi. Permintaan akan rumput laut sebagai mata dagangan, baik di pasaran dalam negeri maupun pasaran internasional cenderung semakin meningkat.
Sebagai salah satu pengekspor rumput laut yang terkemuka di pasaran internasional, hingga kini Indonesia untuk hampir seluruh produksinya masih bertumpu pada hasil pemungutan dari sumber alami. Dari beberapa puluh jenis yang terdapat di perairan nusantara, yang ekonomis penting diantaranya adalah Eucheuma sp, Gracilaria sp, Gelidium sp. dan Hypnea sp.
Sistem produksi yang semata-mata tergantung dari pemanenan sumber alami mempunyai banyak kelemahan, antara lain kestabilan dan kesinambungan produksi yang tidak menentu, mutu yang kurang dapat dikendalikan karena percampuran dengan jenis lain dan benda-benda asing dari substatnya, ditambah lagi dengan cara penanganan pasca panen seperti pengeringan, pencucian dan pengepakan yang kurang baik. Hal ini menyebabkan harga jual yang rendah, dan akibatnya daya saing di pasaran internasional menjadi lemah. Dengan memperkenalkan dan mengembangkan budidaya sebagai sistem produksi yang baru, diharapkan masalah-masalah tersebut dapat diatasi. Disamping itu dapat pula memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha pada masyarakat desa pantai yang akhirnya meningkatkan pendapatannya dengan memanfaatkan potensi alam berupa lahan kosong menjadi produktif. Dari segi pengelolaan sumber daya sudah umum diketahui bahwa budidaya merupakan cara yang paling rasional dalam pemanfaatan sumber daya alami, guna mencapai produksi yang optimal dan sekaligus membantu pelestarian sumberdayanya.
Sebagai tindak lanjut dari Keppres No. 23 tahun 1982, dalam upaya pengembangan budidaya laut, pembudidayaan rumput laut telah diperkenalkan dan mulai dikembangkan di beberapa perairan Indonesia. Untuk menunjang kegiatan ini perlu diadakan ujicoba-ujicoba guna mengkaji metoda yang dapat diterapkan dan modifikasi yang diperlukan sesuai dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, agar dapat diperoleh daya guna dan hasil guna yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan ujicoba sekaligus dimaksudkan juga sebagai percontohan dan dimanfaatkan bagi penyediaan benih untuk pengembangan selanjutnya di tempat yang sama.
Sampai pada tahun 1984/1985 ujicoba budidaya rumput laut telah dilaksanakan di dua lokasi pilot farm, masing-masing di perairan P. Serangan, Propinsi Bali dan Perairan Tablolong, Nusa Tenggara Timur.
2) Balai Budidaya Laut Lampung.
2. BAHAN DAN METODA
2.1 Bahan
Untuk kedua lokasi tersebut dipergunakan rakit terbuat dari bambu. Di pulau Serangan dipakai tiang-tiang bambu sebagai penahan rakit, sedangkan di Tablolong dipergunakan batu pemberat sebagai jangkar.
Disamping bahan-bahan tersebut, guna kelancaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan dipergunakan alat-alat bantu antara lain perahu, peralatan pengamatan kualitas air, dan timbangan.
Bahan uji coba yang dipakai di P. Serangan terdiri atas 3 jenis rumput laut, Yaitu Eucheuma spenosum, E. cottonii dan Gracilaria gigas. Sedang di Tablolong hanya jenis E. spinosum. Bibit yang dipakai diambil dari sumber-sumber alami di perairan terdekat kecuali E. cottonii yang didatangkan dari luar negeri (Filipina)oleh seorang pengusaha. Pada daftar dibawah dilihat masing-masing bahan dan peralatan bantu yang dipakai pada kedua lokasi tersebut.
Bahan dan alat | Pulau Serangan | Tablolong |
- Jenis bibit | Eucheuma spinosum Eucheuma cottonii Gracilaria gigas | Eucheuma spinosum |
- | ||
- Bahan rakit | Bambu | Bambu |
- Penahan rakit | patok bambu | batu pemberat |
- Tali pengikat rakit | polyethylene ø10 mm | tali jangkar |
- Tali rentang | polyethylene ø 4 mm | monoethylene/senar |
- Tali bibit | rafia | rafia |
- Alat angkut | perahu + motor tempel | perahu + motor tempel |
- Pengukur berat | timbangan bandul | timbangan |
- Pengukur kualitas air | - termometer - current meter - refracto meter - pH meter | termometer |
current meter | ||
refracto meter | ||
2.2 Metoda
Metoda rakit apung digunakan dalam uji coba di kedua lokasi P. Serang dan Desa Tablolong. Di P. Serangan dipakai sebanyak 40 buah rakit, masing-masing berukuran 2,5 × 2,5 m2, dipasang tali rentang dengan jarak satu sama lain 25 cm, demikian juga jarak bibit satu sama lain 25 cm. Jadi dalam satu rakit terdapat 100 ikat rumpun bibit. Guna menahan rakit supaya tetap pada posisinya, masing-masing rakit diikat pada 2 sisi yang berhadapan, dan dihubungkan dengan patok penahan yang ditancapkan di sebelah luarnya. Jadi untuk setiap rakit diperlukan 2 patok. Berat bibit setiap ikat untuk E. spinosum antara 30 – 50 g, E. cottonii 50 g dan Gracilaria gigas 20 – 40 g.
Khusus untuk uji coba Gracilaria gigas metoda rakit apung juga digunakan di teluk ujung Barat P. Serangan dengan 5 rakit dengan ukuran-ukuran serta cara pemasangan yang sama.
Di Tablolong dipakai 23 rakit berukuran 3 m × 4 m, jarak tali rentang dan jarak bibit juga 25 cm, dalam 1 rakit terdapat 176 ikat rumpun bibit dengan derat masing-masing rumpun 100 g. Guna menahan rakit dipakai batu pemberat sebagai jangkar.
Disampng metoda rakit apung di P. Serangan dicoba juga metoda rakit lepas dasar, dengan menggunakan 4 rakit. Ukuran rakit, jarak tali, jarak dan berat bibit yang dipakai sama dengan yang dipakai dalam metoda rakit apung, hanya berbeda pada penempatan rakit; dalam metoda ini rakit ditenggelamkan sampai 20 – 30 cm diatas dasar perairan.
Dalam uji coba ini dilakukan pengamatan terhadap laju pertumbuhan dan produksi. Laju pertumbuhan dihitung menurut pertambahan berat terhadap bibit yang ditanam dan dinyatakan dalam persen per hari. Produksi dihitung menurut berat seluruhnya yang dipanen pada akhir masa pemeliharaan dan dinyatakan dalam kilogram berat basah per meter persegi selama masa pemeliharaan 60 hari, dengan rumus :
2.3 Pengelolaan
Perawatan terhadap fasilitas dan rumput lautnya sendiri dilaksanakan dengan pengamatan secara berkala. Setiap kerusakan yang terjadi karena pengaruh angin dan ombak, seperti kerusakan konstruksi atau posisi rakit, tali yang kendor atau putus, segera diperbaiki. Pembersihan terhadap sampah atau berbagai penempel pada rakit maupun pada rumput laut juga dilaksanakan pada kesempatan yang sama, dan dianana perlu bibit yang rusak atau terlepas dari ikatannya diganti dengan yang baru.
Pengamatan dan perawatan dilaksanakan dengan frekuensi antara 2 × 1 minggu sampai 1 × 2 minggu. Modifikasi penerapan metoda budidaya di masing-masing lokasi dapat dilihat pada daftar dibawah ini :
a Metoda rakit apung
- | Lokasi | Perairan Timur P. Serangan | Perairan Desa Tablolong |
- | Jenis | - Eucheuma spinosum | - Eucheuma spinosum |
- Eucheuma cottonii | - | ||
- Gracilaria gigas | - | ||
- | Jumlah rakit (buah) | 50 | 23 |
- | Ukuran rakit | 2,5 m × 2,5 m | 3 m × 4 m |
- | Jarak bibit | 25 cm | 25 cm |
- | Jumlah rumpun/rakit | 100 | 176 g |
- | Berat bibit/rumpun | E. spinosum 30 – 50 g | 100 g |
E. cottonii 50 g | - | ||
Gracilaria gigas 20 – 40 g | - | ||
- | Frekuensi pengamatan | 1 × 2 minggu | 2 × 1 minggu |
- | Lama pemeliharaan | 6 bulan | 2 × 2 bulan |
- | Kualitas air: | ||
Salinitas | 25 – 38‰ | 31 ‰ | |
Suhu | - - | 29 – 31 °C | |
pH | - - | 7 | |
- | Kondisi perairan: | ||
Dasar | pasir + hancuran karang | karang berpasir | |
Gelombang | kecil - sedang | sedang - besar | |
Pemecah | terumbu karang sejajar pantai | terumbu karang sejajar | |
gelombang | pantai | ||
Kecepatan arus | - - | 8 – 12 m/menit | |
b | Metode lepas dasar | ||
- | Lokasi | Teluk Ujung Barat P. Serangan | |
- | Jenis | Gracilaria gigas | |
- | Jumlah rakit | 4 buah | |
- | Kondisi perairan : | ||
Kecepatan arus | Tinggi pada waktu masuk dan keluar | ||
Keadaan air | banyak sampah dan berbagai kotoran lain | ||
Biota | dekat daerah bakau, banyak kepiting. |
3. HASIL
3.1 Laju pertumbuhan
Dalam uji coba dengan metoda rakit apung di P. Serangan selama 6 bulan masa pemeliharaan E. spinosum dari bulan September 1984 - Maret 1985, terdapat kecenderungan tentang laju pertumbuhan yang tidak sama menurut umur, besarnya rumpun bibit maupun menurut musim yang berbeda-beda setiap bulan. Laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada minggu-minggu pertama, kemudian kecepatannya berkurang dan setelah 2 bulan laju pertumbuhannya menurun.
Rumpun bibit yang kecil cenderung mununjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari pada yang besar, pada penggunaan bibit antara 25 g – 50 g. Pada bulan-bulan Oktober - Nopember pertumbuhannya cenderung lebih cepat dari pada masa Desember - Maret. Dari pengamatan setiap 4 minggu tercatat laju pertumbuhan berkisar antara 0,9 – 8,8 % per hari. Di Tablolong dipakai bibit yang seragam 100 g setiap rumpun, dengan masa pemeliharaan 2 bulan diperoleh laju pertumbuhan yang berkisar antara 4 – 6 % per hari.
Uji coba E. cottonii yang dimulai bulan Pebruari 1985 mengalami kerusakan berat pada minggu ke tiga, sehingga tidak dapat diadakan evaluasi; demikian juga tentang uji coba Gracilaria pada bulan Oktober yang berlokasi di teluk ujung barat P. Serangan.
3.2 Produksi
Dalam budidaya pada umumnya, produksi terdiri atas keseluruhan hasil panen yang terdiri dari bibit yang ditanam dan telah mengalami pertumbuhan selama masa pemeliharaan. Besarnya produksi dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas per satuan waktu.
Pada uji coba disini tidak terdapat kesamaan waktu lamanya pemeliharaan dan luas tiap unit rakit, karena penyesuaian dan modifikasi berbagai faktor alami tidak sama. Untuk mendapatkan kesamaan pendapat dalam penggunaan tolok ukur tentang besarnya produksi, disini diperhitungkan jumlah kilogram basah, satuan luasnya dipakai meter persegi dan satuan waktu 2 bulan sebagai kurun waktu pertumbuhan yang terbaik bagi rumput laut : kg/m2/2 bulan. Ini akan dapat dipakai sebagai dasar perhitungan produksi rumput laut kering dalam satuan ton/ha/th, dimana konversi basah : kering diperkirakan 6 – 7 : 1, tiap areal diperkirakan 60 – 70 % yang produktif dan dalam 1 tahun dapat dipanen 4 – 5 kali.
Produksi yang dicapai dalam uji coba ini untuk jenis E. spinosum di perairan P. Serangan berkisar antara 0,80 – 4,54 kg basah/m2/2 bulan. Di Tablolong produksinya berkisar antara 6,6 – 7,3 kg basah/m2/2 bulan.
3.3 Kendala
3.3.1 Hama dan penyakit
Pada uji coba di P. Serangan dialami penurunan salinitas air pada : bulan Desember - Pebruari menurun menjadi 22 – 23‰. Pertumbuhan pada bulan-bulan tersebut menurun secara drastis, dan bertepatan pada saat itu berjangkitnya penyakit ice-ice pada E. spinosum, ditandai dengan bagian-bagian thallus yang memutih, berwarna pucat, melepuh dan menjadi sangat rapuh dan akhirnya mati. Di Teluk barat P. Serangan juga dialami gangguan secara tidak langsung karena populasi kepiting yang cukup tinggi. Pada E. cottonii yang mulai ditanam pada bulan Januari terjadi juga penurunan pertumbuhan dan gejala-gejala lain seperti terjadi pada E. spinosum.
Gangguan hama atau penyakit tidak dialami pada uji coba di Tablolong, dan tidak terjadi kematian bibit karenanya. Demikian juga tidak dialami masalah penurunan salinitas yang drastis pada musim penghujan.
3.3.2 Kualitas lingkungan
Khusus pada lokasi di teluk ujung barat P. Serangan kualitas lingkungan menjadi penyebab utama pertumbuhan Gracilaria yang kurang baik, terutama pengaruh kotoran sampah yang terbawa air pasang yang kuat banyak menyebabkan kerusakan.
Di Tablolong dialami pengaruh ombak, arus dan angin yang kuat pada bulan-bulan tertentu (Juli), yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada rakit dan mengancam keseluruhan fasilitas di permukaan air.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Pemilihan lokasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Namun gangguan alamiah masih dapat terjadi di lokasi dan pada saat-saat tertentu setiap tahun; untuk mengatasinya perlu ada penyesuaian khusus untuk masing-masing lokasi dan musim.
Ada kecenderungan pada penanaman bibit dengan berat awal yang lebih kecil memberikan laju pertumbuhan lebih besar dibandingkan bibit dengan berat awal yang lebih besar; namun pertimbangan selanjutnya harus dititik beratkan kepada keuntungan usaha yang ingin dicapai.
Adanya perbedaan konversi berat basah dengan berat kering pada umur tanaman yang berbeda-beda, perbedaan kering dicuci air laut dan kering dengan dicuci air tawar dan sebagainya, memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk dapat memberikan petunjuk yang sebaik-baiknya mengenai waktu dan cara panen serta penanganan pasca panen yang paling baik bagi petani rumput laut.
Untuk pengembangan dan peningkatan produksi, dapat diterapkan sistim pemeliharaan yang lain, misalnya dengan metoda tali rentang/lepas dasar sesuai dengan kondisi setempat.
Mengadakan latihan khusus bagi petugas pilot farm dan latihan/kursus kepada petani/nelayan yang berminat di bidang usaha ini.