Oleh
Deden Sugandhi1)
1. PENDAHULUAN
Produksi hasil laut untuk konsumsi dalam negeri maupun yang diekspor, sebagian besar masih berasal dari kegiatan penangkapan. Penangkapan yang tidak terkendali dapat memperbesar tekanan terhadap sumber daya, bahkan dapat mengganggu kelestariannya. Salah satu alternatip untuk meningkatkan produksi hasil laut yaitu dengan melalui kegiatan budidaya.
Dalam Keppres No. 23/1982 tentang pengembangan budidaya laut di perairan Indonesia disebutkan, bahwa penetapan bagian perairan yang akan digunakan sebagai lokasi untuk melakukan kegiatan budidaya harus memenuhi persyaratan teknis dengan tetap memperhatikan sektor-sektor lain hingga tidak akan menimbulkan kerugian bagi berlangsungnya kegiatan budidaya dan kegiatan sektor lainnya.
Berdasarkan keadaan wilayah dan hasil penelitian/uji - coba yang telah dilakukan, maka Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat berusaha menetapkan wilayah-wilayah budidaya laut yaitu : Teluk Banten, Teluk Ketapang, dan Gagaramenyan, sedang untuk pengembangan dan kelestarian budidaya rumput laut disiapkan di pantai-pantai Pameungpeuk (Kabupaten Garut).
2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT
Selama ini kegiatan budidaya laut di Jawa Barat hanyalah bersifat penelitian-penelitian yang dilakukan lembaga/instansi lainnya dan kegiatan uji-lapangan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingat I Jawa Barat, sedangkan kegiatan budidaya laut oleh petani belum ada.
Secara terperinci kegiatan uji-coba yang telah dilaksanakan di Jawa Barat sebagai berikut:
1. | Pilot proyek pemeliharaan kerang hijau di Teluk Banten. | ||
- Lokasi | : | Teluk Banten Kabupaten Serang. | |
- Jenis komoditi | : | Kerang Hijau (Mytilus viridis) | |
- Bahan | : | Rakit dengan bambu sepanjang 5 meter, dengan tali nilon (polyethylene) | |
- Lama pemeliharaan | : | 7 bulan ( 30 April - 27 November 1982) | |
- Hasil | : | satu rakit dengan 80 tali gantungan dengan 70.000 benih kerang hijau menghasilkan : 3,75 kuintal = 375 kg. | |
2. | Kelestarian rumput laut | ||
- Lokasi | : | Kabupaten Garut dan Sukabumi | |
- Jenis komoditi | : | Eucheuma spinosum | |
(berasal dari Kep. Seribu sesuai dengan SK. bersama dengan LON, No. U. 316.03.1916 03.1912/85 | |||
Gracilaria dari Sukabumi dan Garut. |
1) Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat.
3. POTENSI PENGEMBANGAN
Pengembangan budidaya laut direncanakan di Teluk Banten Kabupaten Serang, Teluk Ketapang Kabupaten Tanggerang, Gagaramenyan Kabupaten Subang dan Pameungpeuk Kabupaten Garut serta Kabupaten Sukabumi.
Penetapan wilayah pengembangan budidaya laut adalah berdasarkan hasil-hasil survey/ uji-coba yang telah dilaksanakan instansi lain dan Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Selain itu kemungkinan penetapan lokasi lainnya akan berdasarkan potensi (sumberdaya alam dan keadaan petani/pemungut).
3.1 Jenis-jenis Komoditi
Pengembangan budidaya laut di Jawa Barat, saat ini masih dalam “masa perintisan” sampai sekarang keadaan komoditi yang ada banyak dijumpai di daerah pengembangan :
3.2 Lokasi Pengembangan
Penetapan lokasi pengembangan budidaya laut masih berdasarkan hasil-hasil survey yang dilakukan oleh BPPL dan uji-coba yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. (Tabel 1)
No. | Lokasi | Luas areal | Jenis komoditi | Potensi Produksi |
1. | Teluk Banten | ± 50 km2 | - Kerang-kerangan | ± 150 ton/th |
- Rumput laut | ||||
- Ikan kerapu | ||||
2. | Teluk Ketapang | ± 20 km2 | - Kerang-kerangan | |
- Ikan barong | ||||
- Ikan kerapu | ||||
3. | Teluk Keramat dan | |||
Teluk Tanjung Pasir | ± 20 km2 | - Kerang-kerangan | ||
- Ikan kerapu | ||||
- Ikan barong | ||||
4. | Pantai Pameungpeuk | ± 20 km2 | - Rumput laut | ± 200 ton/th |
5. | Gagara menyan | ± 20 km2 | - Kerang-kerangan |
3.3 Pemasaran Hasil
Komoditi budidaya laut (hasil laut) memiliki spesifikasi yang khusus bila dibandingkan dengan hasil produksi perikanan lainnya. Selama ini produksi yang diperoleh dari hasil pemungutan ditampung pengumpul di daerah.
Pada daerah-daerah pemungutan, terdapat para pengumpul yang menampung hasil produksi dengan harga untuk rumput laut Rp. 200,00/kg dan Rp. 50,00/kg untuk agar-agar, yang umumnya dikonsumsi oleh penduduk setempat, juga dijadikan bahan misalnya untuk bahan pembuatan kue.
3.4 Ketersediaan dana dan tenaga
Pengembangan dan pembinaan budidaya laut, tidak terlepas dari ketersediaan dana dan tenaga pembina. Saat ini tenaga tehnis khusus ( PPS dan PPL ) yang menangani kegiatan budidaya laut belum ada tapi sesuai dengan struktur organisasi Dinas, bahwa budidaya laut khusus ditangani oleh satu seksi budidaya laut.
Dalam pengembangan yang akan datang, telah diajukan dalam DUKDA dan DUPDA 1986/1987 waktu kegiatan :
3.5 Permasalahan
Dalam pengembangan budidaya laut masih terdapat beberapa permasalahan yang menghambat pencapaian tujuan, permasalahan yang dimaksud meliputi :
Produk hasil laut dapat dijumpai dalam penawaran oleh pemungut/penangkap dalam bentuk :
Kondisi ini memberikan indikasi posisi penawaran dan promosi yang lemah, karena itu perlu suatu strategi pasar yang menyangkut aspek-aspek: bentuk produk, kemasan/packing, jaminan mutu ( untuk rumput laut ) dan lain sebagainya.
Dalam menguasai pasar dan memasyarakatkan hasil laut, harga memegang peranan penting ; upaya untuk menekan biaya produksi adalah penting.
Pengembangan teknologi budidaya laut dirasakan sangat lambat, dan rumusan teknologi sangat kurang dan belum memasyarakat.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
5. P E N U T U P
Demikian, paper budidaya laut dan kemungkinan pengembangannya di Propinsi Jawa Barat. Semoga menjadi bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan produksi, khususnya laut.